Alasan mengapa kita lupa akan tempat asal kita
adalah karena kita terlalu tertarik pada semua keindahan di sekeliling
kita di dunia ini. Meskipun mereka itu ilusi, tetapi mereka sangat indah,
sangat mempesona. Dapatkah Anda bayangkan betapa lebih indah, betapa lebih
mempesonanya dunia yang nyata? Semua yang ada di sini adalah tiruan! Dunia
ini hanya tiruan, hanya refleksi atau bayangan dari dunia yang nyata.
Seperti halnya cermin, bayangan diri Anda di cermin -- merupakan refleksi
dari diri Anda yang sebenarnya; dan walaupun itu bayangan, tetapi tetap
terlihat cantik.
Kita semua tahu bahwa alam semesta memiliki dua sisi -- satu positif dan
satu negatif. Kita juga tahu bahwa di alam semesta terdapat dua dunia --
satu adalah dunia yang nyata, dan yang lainnya adalah dunia ilusi. Kita
semua pernah mendengar hal ini. Kita telah mendengar dari Buddha bahwa
Tanah Buddha ada di sini, Anda dapat menemukannya di dalam diri Anda
sendiri. Kita semua mendengar dalam Alkitab: "Kerajaan Allah berada di
dekatmu! Lihatlah! Kerajaan Allah ada di dalam dirimu."
Tetapi, kita hanya mendengarnya saja! Kita bahkan tidak mempunyai waktu
untuk berpikir: bagaimana cara kita menemukannya. Jika itu ada, kita harus
dapat menemukannya. Ya, kita dapat. Hanya ada dua dunia: satu di luar,
satu di dalam. Satu nyata dan satunya lagi merupakan refleksi dari yang
nyata.
Kita sudah mengetahui refleksi dari yang nyata, yaitu dunia fisik ini
di mana kita hidup. Jadi, hanya ada satu dunia lagi untuk dicari, yaitu
dunia yang nyata atau dunia yang berada di dalam yang merupakan kebalikan
dari dunia ini. Kedua dunia itu ada secara serentak. Jika kita melihat
sisi itu, kita akan melihat refleksinya. Jika kita melihat sisi ini (Guru
menunjuk mata kebijaksanaan-Nya), kita akan melihat dunia yang nyata. Itu
sangat sederhana. Anda hanya perlu tahu ke mana Anda harus mencarinya.
Seperti halnya saya mempunyai sebuah cermin di sini (Guru mengambil sebuah
cermin). Ketika saya melihat ke cermin ini, saya melihat refleksi dari
diri saya. Cantik juga (Guru tertawa dan semua tepuk tangan). Ya, Tuhan
membuat banyak hal indah, termasuk diri saya (Guru tertawa). Baik.
Andaikan saya cantik, dan saat saya melihat ke cermin, saya berpikir bahwa
saya cantik. Tetapi kemudian, bayangan cantik ini hanyalah refleksi dari
diri saya. Jika saya terus melihat, melihat, dan melihat cermin sepanjang
waktu dan merasa "Ya Tuhan, siapa yang berada di dalam cermin itu, cantik
sekali", maka saya tidak akan pernah mengingat diri saya yang nyata ini.
Itulah maksudnya.
Saya boleh saja menikmati bayangan dalam cermin, tetapi saya juga harus
tahu bahwa diri saya sendiri di luar, nyata, bahkan lebih cantik, lebih
hidup, dan segala sesuatunya lebih berguna daripada yang ada di dalam
cermin.
Sama halnya, ada dua dunia. Satu di luar yang kita lihat di sini, dan yang
satunya lagi di dalam. Sekali kita memejamkan mata kita dan tahu ke mana
kita harus melihat atau mencari, maka kita bisa melihat dunia lain secara
serentak yang lebih nyata, indah, bagus, bahagia, dan abadi. Dunia yang
nyata ini akan membuat kita sangat puas dan bahagia hingga kita tidak
peduli lagi akan pengaruh apa pun yang berasal dari dunia luar. Kita tidak
merasakan efeknya. Kita akan selalu merasa gembira karena kita tahu
sesuatu yang sejati.
Cermin ini keadaannya sekarang sedang baik, Anda lihat? Ya, ini dalam
keadaan baik. Tapi, kadang kala sesuatu terjadi! Cermin itu pecah.....ya,
cermin itu jadi pecah. Ketika saya melihat pada cermin yang pecah ini,
saya melihat semua wajah saya hancur! Apakah saya harus menangis? Apakah
saya harus berpikir, "Oh Tuhan, saya tampak jelek".
Karena saya terlalu berkonsentrasi pada cermin ini. Tetapi, sekali saya
melupakan cermin itu dan melihat kembali diri saya, maka kita akan
berkata, "Oh, saya baik-baik saja, wajah saya tidak hancur, saya tidak
terluka di manapun, dan saya masih kelihatan cantik".
Itulah cara yang harus kita lakukan dengan dunia ini, dengan diri kita
sendiri. Lihat kembali pada kenyataan, temukan segalanya di dalam
kesempurnaan sejak dahulu... dan akan berlanjut selamanya dalam
kesempurnaan. Lalu, kita tidak akan peduli bagaimana hancurnya dunia luar
ini, itu hanyalah cermin -- kita tidak akan pernah kuatir. Itulah sebabnya
mengapa Para Suci yang tercerahkan selalu bahagia dan mereka selalu puas
dalam situasi apa pun. Apakah mereka memiliki banyak kekayaan atau tidak,
mereka akan selalu merasa bahagia. Ini karena mereka mengetahui Jati Diri
mereka. Mereka mengetahui dunia yang sejati yang penuh dengan kemuliaan,
kegemilangan, berkat, dan kebahagiaan.
Terangnya dunia di dalam batin itu bagaikan sepuluh ribu kali cahaya
matahari. Intan dan bebatuan serta permata mulia di dunia dalam, jika
dibandingkan dengan intan di sini (Guru mengambil cincin yang dipakainya),
yang ini tampak seperti debu, seperti pasir. Tidak berguna, tidak ada
kekuatan, tidak memiliki pancaran, tidak mempunyai tanggapan kasih sayang.
Benda-benda di dunia sejati, mereka mempunyai jiwa. Mereka dapat
berhubungan dengan Anda. Meja bahkan dapat berbicara dengan Anda, pohon
akan bernyanyi untuk Anda, burung memahami bahasa Anda, dan Anda memahami
mereka. Dan segala permata dan segalanya, bahkan awan memahami Anda. Awan
mengantar Anda ke setiap tempat tanpa diperintah satu kata pun! Di sini,
di Korea, saya menggunakan taksi. Ia tidak memahami apa yang saya
bicarakan. Ia membawa saya berkeliling memakan waktu yang sangat lama.
Itulah sebabnya saya sedikit terlambat. Saya minta maaf!
Jadi, inilah sebabnya ketika kita telah menemukan dunia sejati di dalam
diri kita, yang kita sebut Kerajaan Tuhan, atau Tanah Buddha, Hakikat
Kebuddhaan, atau apa pun, maka kita akan merasa puas, merasa terhibur dan
tidak lagi merasa kesepian atau merasa tidak aman. Kita tidak lagi takut
pada kematian atau bencana jenis apa pun, karena kita tahu bahwa kita tidak
akan pernah mati. Kita tahu ada suatu dunia yang miliaran kali lebih indah
daripada dunia kita di sini, sehingga kita tidak takut kehilangan apa pun.
Kita bahkan tidak takut kehilangan seluruh dunia atau harta benda apa pun
yang disebut sangat berharga bagi kita sebelum pencerahan.
Cermin dari Segala Cermin
Disampaikan oleh Maha Guru Ching Hai,
Florida, Amerika Serikat, 11 Mei 2002
(Asal
bahasa Inggris)
T: Baru-baru
ini saya menyampaikan kepada Guru di dalam meditasi saya bahwa saat saya
meninggalkan dunia ini, saya ingin pergi langsung ke tingkat lima. (Gelak
tawa) Saya benar-benar tidak ingin kembali ke dunia ini.
G: Anda
tidak memohon berlebihan. (Gelak tawa) Baiklah, itu akan terlaksana.
T: Saya
tidak peduli apa pun syaratnya.
G: Itu akan
terjadi; jangan kuatir.
T: Kali ini,
saya telah cukup jenuh.
G: Jangan
kuatir, Anda akan berubah.
T: Jadi,
menurut Anda itu mungkin?
G: Ya,
mungkin saja. Jika itu saja yang Anda inginkan, maka Anda akan
mendapatkannya. Tidak masalah. Jika Anda menjaga pemikiran itu dalam
pikiran Anda sepanjang waktu, sampai saat Anda meninggal dunia, maka Anda
akan berada di sana.
T: Jika saya
berusaha mencapai tingkat kelima bahkan sebelum saya meninggal, maka saya
akan membantu Guru dengan lebih baik di sini.
G: Oh, tentu,
tentu.
T: Jika itu
mungkin.
G:
Itu
mungkin saja. Tetapi, saya tidak tahu apakah mungkin bagi Anda. Tergantung
kepada Anda.
T: Saya akan
melakukan apa saja.
G: Tak ada
seorang pun yang meminta Anda untuk melakukan apa pun. Anda harus
mengendalikan pikiran Anda. Bukannya Anda harus melakukan apa saja.
Bukanlah seperti meninggal seratus kali dan kemudian Anda menjadi seorang
Buddha, atau Anda menawarkan apa saja dan menjadi Buddha. Bukan begitu.
Perlu keteguhan jiwa, apakah kita menginginkannya pada masa kehidupan ini
atau tidak.
T: Apakah
dia perlu mempersiapkannya sebelum dia datang? Seberapa spiritual yang dia
inginkan......?
G: Tergantung.
Setiap orang ingin mempersiapkannya. Tetapi, saat mereka turun, ternyata
mereka menyimpang sedikit. Lalu, karena Maya atau raja ilusi ada di sana
dan menanti Anda, ia kemudian berkata, “Ah, hah! Selamat datang, sayang.
Marilah kita lihat seberapa kuatnya Anda. Ini gadis cantik, ini posisi
presiden, dan ini perusahaan besar dengan uang yang banyak.” Lalu Anda
bekerja keras, melayani gadisnya, dan demikian lelah sehingga sekalipun
Anda ingin mencari Guru, Anda tidak tahu harus mencari ke mana. Anda
kehabisan tenaga, jatuh sakit, dan kemudian meninggal dunia. Dan kemudian
Anda berkata, “Oke, sekarang waktu saya untuk pergi. Di masa mendatang
saya akan berusaha lagi.”
T: Sutradaranya
kemudian berkata, “Berhenti!”
G: Ya, “Berhenti,”
Tetapi bukan masalah. Bagaimanapun juga Anda bertekad untuk menemukan
Tuhan. Sebelum kita turun ke sini, itulah yang ingin kita lakukan. Kita
ingin mengenali diri kita sendiri sebagai Tuhan dengan menjadi “Bukan
Tuhan.” Anda harus menggunakan sebuah cermin agar dapat melihat wajah Anda.
Meskipun cermin itu merupakan sebuah ilusi, tetapi Anda membutuhkannya.
Yang berada di dalam cermin itu bukanlah Anda, tetapi Anda membutuhkannya
untuk melihat diri Anda sendiri. Anda melihat ke dalam cermin itu dan
mengenali diri Anda. Dengan cara apa lagi Anda bisa melihat diri Anda
sendiri? Cermin itu adalah ilusi. Yang melihat ke dalam cermin itulah Anda,
tetapi bayangan dalam cermin itu bukan Anda. Karena itu, dunia ini penuh
akan Tuhan, tetapi bukan Tuhan. Tuhan di dalam batin sedang memandang
kepada Tuhan di dunia jasmani ini.
T: Ini
merupakan pantulan yang buruk dari yang sejati, bukan?
G: Ya,
pantulan yang baik. Hanya saja kita melihat ke dalam cermin dan menjadi
bingung, karena cermin Maya ini berbeda. Cermin gaib, “sebuah cermin di
dinding.” Bukan cerminnya, tetapi cermin dari cermin. Karena itu kita
menjadi bingung di sini dan kita melihat semuanya terpantul di dalam
cermin. Kemudian kita berkata, “Oh, apakah itu di sana? Apakah itu di
sebelah sana? Dan apakah itu?”
Setelah itu
Anda pun lupa terhadap diri Anda sendiri, cerminnya begitu besar dan
segalanya memantul di dalamnya, dan Anda menjadi tersesat di dalam ilusi
tersebut. Anda mengejar pantulannya satu demi satu. “Oh astaga, ini tampak
bagus. Itu tampak indah,” dan Anda menjadi tersesat dalam cermin Anda.
Anda lupa. Waktu yang Anda butuhkan untuk menyadari bahwa itu hanyalah
sebuah cermin mungkin hanya seperberapa detik saja. Tetapi, waktu yang kita
butuhkan untuk menyadari Kebuddhaan juga seperberapa detik dari waktu alam
semesta.
* “Cermin, cermin di dinding” adalah sebaris ucapan dari cerita dongeng
“Putih Salju” di mana ibu tiri yakin bahwa pantulan dari cermin di dinding
itu nyata. |