Ada sebuah lelucon lain mengenai Kebenaran. Ada seorang guru Zen yang
mempunyai beberapa murid. Salah satu muridnya sering menulis surat
kepadanya sebelum dan setelah inisiasi. Tentu saja, seperti halnya Anda
menulis buku harian spiritual dan mengirimnya kepada saya tentang
kemajuan yang telah Anda capai. Jadi, murid tersebut menulis kepada
gurunya sebagai berikut: " Guru, saya sekarang benar-benar hampir
mencapai pencerahan. Saya melewati seluruh waktu saya untuk mencari Jati
Diri saya."
Gurunya hanya membaca kalimat pertama, kemudian membuangnya ke tong
sampah.
Beberapa waktu kemudian murid tersebut menulis surat lagi kepada gurunya,
" Oh Guru, sekarang seluruh alam semesta menanggapi pikiran saya yang
paling dalam. Betapa indahnya Kebenaran itu! Betapa hebatnya kekuatan
alam semesta ini."
Gurunya hanya menghela napas, (Hadirin tertawa) dan membuang surat itu
ke dalam toilet.
Surat yang ketiga, dia menulis lagi, "Oh Guru, sekarang saya mengasihi
seluruh umat manusia dan makhluk yang menderita. Bahkan seekor semut,
saya juga mendengar debaran jantung mereka dan merasakan perjuangan jiwa
mereka. Oh Guru, betapa indahnya penemuan ini! Saya akan berusaha lebih
keras lagi, saya berjanji. Saya akan menjadi murid Guru yang terbaik."
Lalu Gurunya menyeka sesuatu dengan surat tersebut. (Hadirin tertawa).
Anda tahu di mana, saya tidak akan mengatakannya (Guru dan semuanya
tertawa). Kemudian membuangnya ke toilet. Guru itu merasa putus asa.
Surat yang keempat, muridnya menulis lagi, "Guru, sekarang saya sudah
menyatu dengan alam semesta. Semua adalah saya, saya adalah semua. Tidak
ada sesuatu pun yang tanpa saya. Saya adalah segalanya. Oh, saya memberi
selamat kepada diri saya sendiri!" (Hadirin tertawa).
Gurunya bahkan tidak mau menyentuhnya sama sekali. Surat tersebut
dibiarkan terbang pergi terbawa angin dan Gurunya hanya membisu.
Setelah lama sekali, Gurunya berkata kepadanya, "Jangan repot-repot
menulis lagi kepada saya. Kamu hanya akan membuang kertas dan tinta."
Maka, murid tersebut tidak menulis lagi kepada Gurunya. Beberapa tahun
pun berlalu dan Gurunya merasa sedikit bersalah memperlakukan muridnya
begitu. Teringat muridnya yang hebat tersebut, yang sudah lama tidak
melihat dan mendengar kabar darinya, sang Guru pun menulis surat
kepadanya, "Hei, bagaimana keadaanmu sekarang?" (Hadirin tertawa).
Mungkin Gurunya merindukan surat-suratnya yang menghebohkan itu. "Bagaimana
perkembangan spiritualmu?"
Maka, sang murid pun membalasnya, hanya berisi dua kata dalam secarik
kertas besar: "Siapa peduli?" (Semua tertawa dan bertepuk tangan).
Anda tahu bagaimana reaksi Gurunya sekarang? Ya! Dia pergi dan meneguk
kopi atau teh atau bir tanpa alkohol dengan Seven Up. (Guru dan semua
orang tertawa). Begitulah!
Hanya jika Anda sudah mengetahui bahwa Anda sudah baik kemudian Anda
tidak akan mempedulikannya lagi. Kalau tidak, tidak peduli seberapa
banyak Anda menulis kepada saya, "Saya mengasihimu, kekuatan alam
semesta, yang mengasihi saya, " dan lain-lainnya, semuanya itu tidak
masuk akal dan hanya teori saja.
Pencerahan Tidak Terdapat di Kitab Suci
Disampaikan oleh Maha Guru Ching Hai
Tanya: Guru,
seberapa pentingnya membaca kitab suci?
Guru:
Pentingnya hanya saat itu dapat menginspirasikan Anda untuk lebih
mengetahui lebih jauh tentang pengetahuan sejati yang tertulis di dalam
buku itu. Setelah itu, Anda harus mengalami pengetahuan sejati, bukan
hanya membacanya saja.
Misalnya, Anda hanya membaca menu, atau Anda membaca surat dari seorang
teman: "Kemarin saya makan ini dan itu. Sangat enak." Tetapi, itu hanya
sepenting saat surat itu menginspirasikan Anda untuk pergi ke restoran
sesungguhnya dan memakan makanan yang sama. Tetapi, jika Anda tidak pergi
dan makan di sana, maka surat itu hanyalah sebuah surat. Menu itu hanyalah
sebuah menu. |