Tanya:
Apabila seseorang menjadi Guru, apakah dia memiliki rasa takut, ragu,
atau marah? Kita memanggil Yesus sebagai Guru. Namun di Alkitab, Yesus
merasa takut pada malam sebelum Ia disalib. Dan, sebelum wafat-Nya, Yesus
meratap, "Tuhan, kenapakah Engkau membiarkanku? " Mohon dapat dijelaskan,
jika Yesus memiliki rasa takut dan ragu, bagaimana mungkin kita bisa tidak
memiliki rasa takut dan ragu?
Guru: Yesus
bisa saja memiliki rasa takut dan ragu, tapi rasa takut dan ragu tersebut
tidak mengakar seperti rasa takut kita. Jika Yesus tidak memiliki rasa
takut pada penyaliban, maka pengorbanan-Nya tidak akan sedemikian agung. Ia
memiliki rasa takut, tapi Ia terima situasi tersebut. Sedangkan kita
memiliki rasa takut dan kita lari dari rasa takut tersebut. Dan kita coba
menyalahkan orang lain atau kita coba menghindar, kita coba meletakkan
salib itu pada orang lain. Itulah bedanya.
Kita bisa saja memiliki rasa takut, kita bisa saja memiliki emosi, tapi
kita dapat menarik rasa takut atau emosi tersebut kapan saja, atau kita
dapat menggunakan rasa takut atau emosi tersebut demi manfaat makhluk
lain. Setelah pencerahan, seluruh perasaan, seluruh emosi tersebut masih
tetap ada di dalam diri kita, karena kita diciptakan untuk memiliki
perasaan dan emosi tersebut agar dapat memahami saudara-saudari kita. Jika
Anda tidak ada perasaan, tidak ada emosi, bagaimana Anda dapat menolong
mereka?
Namun, perasaan takut seorang Guru adalah berbeda. Rasa takut seorang Guru
adakalanya juga dipengaruhi oleh rasa takut para murid. Ia mengambil-alih
rasa takut para murid sehingga mereka menjadi tanpa rasa takut; Guru akan
mengambil bagian tertentu dari rasa takut tersebut. Tapi, itu hanya
sebagian kecil saja, dan bukan yang mendalam; hanya bersifat ilusi. Dan
Guru, di satu sisi memiliki rasa takut, tapi di sisi lainnya sama sekali
tidak memiliki rasa takut; Ia tahu bahwa Ia harus memiliki rasa takut,
tapi Ia tidak takut akan rasa takut yang muncul tersebut.
-------------
Tanya:
Apakah jiwa yang telah bebas benar-benar akan terbebaskan dari
keserakahan, kemarahan, dan nafsu keinginan?
Guru:
Ya, orang yang telah tercerahkan apabila marah tidak akan menunjukkan
amarah yang sesungguhnya. Ia tidak benar-benar terpengaruh batinnya. Atau
orang yang mendapatkan amarahnya itu tidak akan terseret dalam arus
kebencian, dalam atmosfer yang bersifat negatif. Orang Tercerahkan tidak
pernah meluapkan amarahnya hanya untuk kepuasan pribadi. Ia tidak pernah
marah karena Anda tidak memberinya uang yang cukup, karena Anda kabur
darinya, atau istrinya kabur dengan orang lain atau sebaliknya, dan ia
tidak akan mengejarnya atau mencoba cari jalan guna menyakiti pesaingnya.
Orang yang tercerahkan bisa saja kelihatan marah, tapi untuk suatu tujuan
yang lain.
Adakalanya ia harus menggunakan apa yang dinamakan daya pemacu untuk
menyelesaikan suatu masalah agar dapat bekerja dan maju terus dalam
misinya. Ia tidak marah hanya karena tidak ada orang yang memberinya makan,
tidak ada orang yang memberinya uang, tidak ada orang yang cinta padanya,
atau hanya karena tidak dapat menghindar dari kemarahan. Anda harus
mempergunakannya. Terdapat perbedaan antara amarah yang sesungguhnya (dari
orang biasa) dengan seseorang yang tercerahkan dan menggunakan amarah
sebagai alat.
Sama halnya dengan pisau di tangan dokter bedah. Tentulah berbeda dengan
pisau dari seorang pembunuh. Keduanya sama-sama pisau dan tentunya
menyakitkan, bisa membuat seseorang berdarah, tapi juga bisa menyembuhkan.
Dokter bedah tahu seberapa dalam yang harus dibedah, di mana dan seberapa
panjang, tapi pembunuh hanya membunuh orang secara membabi-buta karena
faktor kebencian atau karena semata-mata untuk kepentingan pribadi.
Amarah, keserakahan, nafsu keinginan, dan segala hal yang kita namakan
sifat-sifat negatif itu semuanya berasal dari Nirwana, semuanya berasal
dari Kerajaan Tuhan. Sifat-sifat itu adalah sifat yang mulia. Kenapa kita
serakah terhadap segala materi di dunia ini? Ini karena kita berasal dari
kemuliaan Kerajaan Tuhan. Kita sebelumnya adalah mulia, kita sebelumnya
adalah berkemakmuran, dan kita sebelumnya dapat memperoleh segala sesuatu
tanpa harus bekerja terlebih dahulu. Itulah sebabnya kita lebih sering
merasa malas dan tidak begitu senang untuk bekerja. Kita hanya
menginginkan uang; kita hanya menginginkan berlian. (Hadirin tertawa).
Kita harus dapat mengetahui hal tersebut di dunia ini, dan ini benar-benar
sesuatu yang berbeda. Kita mempergunakan keserakahan ini untuk mendorong
diri kita melewati dunia ini agar dapat memperoleh Batu Berlian yang
berada di dalam diri kita, batu permata yang bisa mengabulkan segala
permintaan.
Keserakahan bukanlah tidak baik; kemarahan bukanlah bersifat negatif.
Nafsu keinginan itu boleh-boleh saja. Hanya saja kita harus menggunakan
sifat-sifat tersebut dengan cara yang benar; sebagai suatu alat untuk
menyembuhkan, bukan untuk membunuh. Dengan demikian, segala sesuatu akan
berubah menjadi baik. Tidak ada yang bersifat negatif. Hanyalah kesalahan
konsepsi kita yang menjadikan segala sesuatu sebagai hal yang negatif. (Hadirin
bertepuk tangan). |