EQ merupakan kemampuan seseorang dalam menangani berbagai emosi. Buku Goleman mengungkapkan tentang adanya pusat ingatan emosional di bagian amygdala, sekumpulan nukleus (kelompok sel saraf) yang berada di dalam gumpalan otak manusia, yang bereaksi terhadap lingkungan dengan cara merangsang daya tanggap emosional secara langsung di dalam tubuh.  Pada saat lapisan otak depan (lapisan luar)  menerima tanda dari amygdala dan daerah lainnya, akan segera menanggapi dan menyesuaikan daya tanggap emosional dengan menggunakan amygdala. Proses ini merupakan sumber emosi dan kebiasaan hidup kita sehari-hari. Ingatan terhadap pengalaman hidup masa lalu tersimpan di daerah ini, dan apabila ada situasi yang muncul, otak akan bereaksi sesuai dengan data yang tersimpan, dan memberitahukan kita apa yang harus dilakukan, apa yang benar atau apa yang salah. Jika kita menerima rangsangan yang sama secara terus-menerus, otak akan terus membangun dan berhubungan dengan jaringan saraf otak dalam menanggapi rangsangan tersebut, dan dengan sendirinya menciptakan daya tanggap yang lebih cepat. Ini merupakan suatu prinsip yang membenarkan pendapat pada umumnya bahwa “kebiasaan lama sulit berubah.”

Buku tersebut juga membahas berbagai cara yang mana memungkinkan emosi seseorang itu dikendalikan, termasuk terapi pengobatan dan tingkah laku, namun tidak semuanya berhasil dengan baik.  Salah satu ceramah Guru yang berjudul “Sang Aku dan Meditasi Suara,” Beliau dengan jelas mengatakan bahwa setiap kali kita menggunakan konsep atau gagasan baru untuk menyesuaikan kebiasaan lama kita - yang mana merupakan suatu metode umum yang dipergunakan dalam terapi kejiwaan  dan tingkah laku - sebenarnya kita hanya semata-mata memasukkan data baru ke dalam otak kita untuk menggantikan data yang lama. Dan informasi yang baru ini menimbulkan keterikatan baru. Apabila pada suatu hari kita menemukan bahwa hal tersebut tidak benar adanya maka kita harus menggantinya dengan konsep lain yang lebih baru. Dengan cara demikian, otak menjadi terisi dengan konsep yang lama dan yang baru. Oleh karena itu, Guru menyarankan bahwa jika kita ingin benar-benar mengubah kebiasaan dan keterikatan kita maka cara yang terbaik adalah melakukan “meditasi pada Suara” guna menggantikan secara menyeluruh informasi dan pola yang terkumpul dengan getaran tingkat tinggi.

Bisa saja ini kedengaran agak janggal, namun ini dapat dijelaskan dari sudut pandang ilmu fisika modern. Sesuai teori mekanika kuantum, segala bentuk energi dan materi terbentuk dari berbagai partikel yang bergelombang pada berbagai frekuensi yang berbeda. Dengan demikian, pemikiran adalah merupakan suatu bentuk energi, suatu konsep yang sesuai dengan apa yang telah Guru ajarkan kepada kita: “Segala sesuatu diciptakan oleh Arus Suara (Sound Current). Karena perbedaan frekuensi, segala  fenomena (gejala) memiliki bentuknya masing-masing. Ada yang kasat mata dan ada yang tidak kasat mata.” Apabila suatu obyek yang berasal dari frekuensi yang lebih rendah berhubungan dengan suatu obyek yang berasal dari frekuensi yang lebih tinggi maka yang berada pada frekuensi yang lebih rendah akan menyesuaikan pada frekuensi yang lebih tinggi. Pikiran yang negatif, rasa sedih, duka lara dan perasaan yang tak diinginkan, memiliki frekuensi yang lebih rendah, sedangkan perasaan riang gembira mempunyai frekuensi yang lebih tinggi. Pada waktu otak kita mencatat informasi yang tak diinginkan, getarannya menjadi lebih rendah. Dengan demikian, jika sel dalam tubuh kita berhubungan dengan Arus Suara yang mempunyai frekuensi getaran yang lebih tinggi maka frekuensi yang rendah tersebut akan terangkat dan secara alami akan menghilang. Inilah sebabnya kita merasa santai dan segar setelah meditasi.

Dengan demikian, tidaklah mengherankan apabila Guru mengatakan “Meditasi Suara dapat menyembuhkan berbagai penyakit.” Segala sesuatu berasal dari Arus Suara, dan tentu saja merupakan terapi yang terbaik untuk menyembuhkan atau menghilangkan segala sesuatu yang membuat kita sakit!