Pengantar
Karya sastra dari
pengarang Denmark, Christian Andersen (1805-1875), meliputi 175 cerita
dan kisah dongeng, 800 puisi, 6 novel, beberapa riwayat hidup
(otobiografi), buku catatan perjalanan yang tak terhitung banyaknya dan
juga sejumlah karya untuk pertunjukan panggung. Andersen khususnya
terkenal akan karyanya yang berupa kisah fantasi dan dongeng yang
indah, yang disenangi oleh anak-anak dan juga orang dewasa. Karyanya
telah diterjemahkan ke dalam 123 bahasa (untuk keterangan lebih lanjut,
silahkan kunjungi: http://www.odmus.dk/andersen/eventyr/start.asp?sprog=engelsk).
Ini merupakan prestasi yang luar biasa karena tidak ada karya tulis,
selain Kitab Injil, yang telah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa.
Berbagai edisi cetak dan versi sinema kisah dongeng Andersen menjadikan
kenangan akan dirinya tetap hidup.
Riwayat Hidup
Andersen lahir di Odense, Denmark
pada sebuah keluarga tukang sepatu yang miskin yang percaya bahwa ia
mempunyai garis keturunan bangsawan dan mencintai kesusasteraan. Ibu
Andersen, seorang tukang cuci, merupakan seorang yang tidak terpelajar
tetapi dia memperkenalkan putranya kepada dunia cerita. Selama masa
kecilnya, Andersen mendapatkan sedikit pendidikan dan memiliki sifat
emosi yang tinggi, akibat dari derita ketakutan dan penghinaan yang tak
terkatakan. Karena minatnya yang amat tinggi dan “kewanita-wanitaan”
(yakni, menyanyi dan menari). Dengan dorongan dari orangtuanya, dia
menyusun kisah dongengnya sendiri dan mengadakan pertunjukan boneka,
dan sering kali menonton pertunjukan di gedung pertunjukan setempat
bersama ayahnya. Kemudian, setelah meninggalkan kampung halamannya,
Andersen lulus ujian serta mendapatkan gelar dari Universitas
Copenhagen, tempatnya bersekolah.
Sebelum mencapai sukses sebagai pemain
drama dan pengarang novel, Andersen dilatih menjadi seorang penyanyi,
penari dan aktor. Namun, pada suatu ketika temannya begitu saja
menyebut dia sebagai seorang penyair, dan hal ini membuat fokusnya
berubah. Seperti yang ia katakan, “Hal itu menembus diri, tubuh dan
jiwa saya, dan air mata memenuhi mata saya. Saya tahu bahwa sejak saat
itu, pikiran saya mulai bangkit untuk mengarang dan menulis puisi.”
Mulai tahun 1831 Andersen banyak melakukan
perjalanan ke Eropa, dan tetap suka bepergian sepanjang hidupnya,
mencatat kesan-kesannya selama perjalanan di Asia Kecil dan Afrika
dalam beberapa buku catatan perjalanan. Namun demikian, Andersen
terkenal di dunia internasional terutama akan kisah dongeng dan
ceritanya, yang ditulis antara tahun 1835 dan 1872, diantaranya “The
Little Mermaid (Si Kecil Putri Duyung)”, “The Emperor’s New Clothes
(Baju Baru Kaisar)” dan “The Ugly Duckling (Anak Itik yang Buruk
Rupa)”, yang merupakan karya Andersen yang paling menggugah.
Kesadaran Spiritual
Dalam salah satu ceramahNya, Maha Guru Ching Hai mengartikan “Anak Itik
yang Buruk Rupa”, bahwa sang itik sesungguhnya adalah seekor angsa,
salah satu makhluk hidup yang paling indah dan berharga di dunia ini,
tetapi ia telah bergaul dengan kumpulan itik yang membuatnya tampak
aneh. Sama halnya, kita praktisi rohani kadang kala ditolak oleh
masyarakat karena konsep kita berbeda dengan orang-orang duniawi.
Namun, kita tidak perlu sakit hati oleh situasi ini, karena mungkin
saja kita adalah “angsa dalam kumpulan itik”. Selain itu, penolakan
seperti itu dapat membantu kita dalam latihan spiritual. Karena seperti
halnya sang itik yang buruk rupa itu ditinggalkan oleh kumpulan itik,
mengetahui bahwa ia adalah seekor angsa dan kembali kepada kumpulan
angsa yang merupakan asal usulnya. Kita juga dapat menemukan Rumah
sejati kita setelah mengalami penolakan dari masyarakat.
Kita dapat menemukan tema dan perumpamaan
spiritual lainnya dalam karya Andersen. Misalnya, bagian berikut ini
berasal dari kisah “The Bell (Lonceng)” (1845) menunjukkan bahwa sang
penulis mengalami tingkat pencerahan sampai tingkat tertentu. “Seluruh
alam adalah gereja kudus yang besar, dimana pepohonan dan awan yang
melayang-layang, menjadi tiangnya, bunga-bunga dan rerumputan,
permadani beludru yang ditenun, dan Surga sendiri merupakan kubah yang
besar; di atas sana warna merah kekuningan menghilang bersama
terbenamnya matahari, tetapi jutaan bintang bercahaya terang; cahaya
intan berkilauan, dan di atas mereka terdengar suara lonceng kudus yang
tak kelihatan; jiwa-jiwa bahagia mengelilingi mereka, menyanyikan
pujian kepada Tuhan (hallelluya) dan bersuka cita.”
Suatu tanda lain dari kesadaran spiritual
Andersen dapat ditemukan dalam kisah “The Pen and the Inkstand (Pena
dan Tempat Tinta)” (1860), dimana ia memuliakan Tuhan Yang Maha Kuasa,
“Betapa bodohnya biola dan busur yang menyombongkan penampilan mereka,
dan kita manusia masih sering melakukan kebodohan itu. Penyair, artis,
ahli ilmu pengetahuan di laboratoriumnya, jendral – kita semua
melakukannya; padahal kita hanyalah alat yang dipergunakan oleh Yang
Maha Kuasa; hanya bagi Dia saja segala kemuliaan. Kita tidak memiliki
apapun dalam diri kita yang dapat kita banggakan.” Dan untuk menegaskan
lagi baktinya, ia mengakhiri kisah dengan kalimat “Segala kemulian ada
padaNya.”
Penutup
Hans Christian Andersen, ahli dongeng, meninggal pada tanggal 4 Agustus
1875. Selama hidupnya, Andersen kesepian dan miskin, tetapi seperti
kita ketahui, kesengsaraan dapat digunakan untuk membuat kita
bersinar. Kita dapat menjadi yang terbaik atas apa yang kita lakukan,
dengan menerima aspek negatif hidup kita sebagai pelajaran untuk
diambil hikmahnya dan terus tumbuh. Demikianlah, spiritualitas Hans
Christian Andersen bersinar melalui kehidupannya yang sulit, karena dia
dapat menghasilkan karya sastra yang penuh inspirasi, yang masih dibaca
sampai saat ini oleh kaum muda dan dewasa di seluruh dunia – sebuah
warisan yang unik dan kisah-kisah menggugah hati yang memberikan
pelajaran bagi kita semua.
Untuk melihat
kisah secara online, silah kunjungi:
http://hca.gilead.org.il/ (dalam bahasa Inggris)
http://www.sm21.net/jing/anderson
(dalam bahasa Cina)