Laporan dari Indonesia

Regu Bantuan Pelopor Membawakan
Belas Kasih Guru

Oleh tim bantuan Indonesia dan Formosa (Asal dalam bahasa Indonesia dan Cina)

Tsunami dahsyat tahun 2004 di Samudra Hindia, disebabkan oleh gempa bumi terbesar keempat sepanjang sejarah, memporak-porandakan jutaan orang di Asia Selatan dan Afrika Timur dengan jumlah korban masih terus meningkat. Di antara wilayah-wilayah yang dilanda bencana, Provinsi Aceh di paling ujung pulau Sumatra, Indonesia, yang menderita paling parah; dihantam oleh gempa bumi dan tsunami. Jumlah korban dan hilangnya nyawa serta harta benda sangat mencengangkan.

Sebagai jawaban atas kebutuhan korban, para anggota Asosiasi Internasional Maha Guru Ching Hai dari berbagai negara mengumpulkan beraneka bahan bantuan dan obat-obatan, dan juga mengunjungi daerah yang tertimpa bencana untuk menyalurkan kasih dan perhatian kepada para korban. Mereka juga menawarkan bantuan medis dan melakukan aktivitas bantuan lainnya.

Tindakan yang Dilakukan oleh Regu Pertama

Dua hari setelah tsunami, para praktisi dari Medan menyampaikan material bantuan ke Banda Aceh, ibukota Provinsi Aceh, Indonesia.

Pada siang hari tanggal 26 Desember 2004, para praktisi Asosiasi Internasional Maha Guru Ching Hai di Medan dan Jakarta mendengar berita di media bahwa tsunami yang dahsyat telah menghancurkan Provinsi Aceh, yang berada paling dekat dengan pusat gempa. Para praktisi dengan segera meluncurkan suatu operasi bantuan dengan membeli bahan bantuan termasuk air mineral, susu, beras, paket makanan matang, bahan obat-obatan, pakaian baru, dan sebagainya. Pada sore hari tanggal 27 Desember, Asosiasi mengirimkan material ini ke kota Lhokseumawe. Lalu pada tanggal 28, dua rekan praktisi dan seorang relasi, bersama dengan tiga orang supir setempat mengendarai mobil dan truk penuh muatan material dan sejumlah besar bahan bakar dari Lhokseumawe menuju Banda Aceh. Sepanjang jalan, para pekerja juga membagikan bahan bantuan kepada korban-korban yang membutuhkan.

Dr. Hadi, seorang korban tsunami yang menolong para praktisi melakukan tugas bantuan mereka

Pada jam sepuluh malam, mereka sampai di Banda Aceh, dimana listrik padam dan tak ada cahaya bulan, hanya gelap semata. Lampu-lampu mobil saja yang memberikan penerangan. Keseluruhan tempat hening sama sekali, sementara bau busuk mayat yang tak tertahankan memenuhi udara. Menyikapi kondisi itu, regu itu berputar sekeliling kota selama beberapa jam lalu bertemu Dr. Hadi dan keluarganya. Dr. Hadi berkata bahwa itulah regu penolong pertama yang mereka lihat sejak terjadinya bencana. Setelah menolong Dr. Hadi menghindari daerah bencana, regu penolong membagikan material bantuan pada mereka yang selamat di sekeliling area dengan bantuan Dr. Hadi dan kawan-kawannya.

Tanggal 30 Desember, lima inisiat dari Jakarta dengan membawa pasokan obat-obatan tiba dan menyertai kedua praktisi lokal pertama dan kelompok itu kemudian mengunjungi seluruh tempat perlindungan di Banda Aceh di mana para korban berkumpul, membagikan beras, bihun, permen, coklat, air minum, dan makanan lainnya. Para korban gembira melihat para praktisi membawakan mereka material bantuan karena sejak terjadinya bencana, para inisiat menjadikan mereka terhubung lagi dengan dunia luar, bersama dengan perhatian dan simpati. Tentara setempat dan para korban begitu tersentuh hingga mereka ikut membantu tugas distribusi. Setelah malam tiba, para inisiat terus mengunjungi tempat-tempat lain di mana korban berkumpul, dan memberikan mereka pakaian hangat.

Dibimbing dan dibantu oleh Palang Merah Aceh, para pekerja bantuan membagikan semua bahan dengan lancar kepada para korban. Menurut anggota regu, mereka bisa menyampaikan semua barang langsung ke tangan para korban karena mereka mempunyai kendaraan dan bahan bakar sendiri. Sebagai tambahan, setelah mengamati para pekerja lokal yang bekerja dalam kondisi pembusukan yang berbahaya seperti berkubang dalam air yang terkontaminasi mayat manusia, berjalan di reruntuhan yang penuh dengan paku, dan mengangkut mayat dengan tangan telanjang mereka; rekan-rekan praktisi segera memberitahu Center Medan dan membeli sejumlah besar material yang sangat diperlukan termasuk sarung tangan pelindung, sepatu bot, masker operasi, dan kantong plastik tempat mayat untuk para sukarelawan. Barang-barang kiriman yang kedua, seberat lebih dari sepuluh ton, diangkut dari Medan ke Banda Aceh dalam beberapa kali pengiriman setelah tanggal 30.

Sebagai tambahan, lima inisiat lain dari Jakarta terbang dari Medan ke Lhokseumawe pada tanggal 1 Januari, dan dibagi dalam dua kelompok, yang satu langsung ke Banda Aceh untuk membantu kelompok pertama inisiat Jakarta dengan membawa obat-obatan. Lainnya ke daerah pantai Utara mulai dari Lhokseumawe. Bersama-sama mereka mendistribusikan pakaian, makanan kecil dan obat-obatan pada yang membutuhkan, bersama dengan masker dan sarung tangan bagi tentara dan pekerja lain yang mengangkut mayat. Karena kebanyakan jalan tertutup lumpur dan reruntuhan, pengangkutan barang pun perlu perjuangan. Tetapi ini tidak menghentikan majunya misi pertolongan, dan ketika suatu regu bantuan terdiri dari sepuluh praktisi dari Formosa tiba untuk membantu inisiat Medan dan Jakarta, tambahan dukungan ini memenuhi para pekerja dengan energi baru.

Aktivitas Bantuan yang Berkesinambungan

Mendistribusikan material bantuan di penampungan korban

Berdasarkan semangat “kemalangan orang lain adalah kemalangan kita,“ inisiat Formosa mempersiapkan diri mereka dan pergi ke daerah bencana di Indonesia dalam beberapa kelompok guna memberikan berbagai bentuk bantuan. Regu pertama terdiri dari sepuluh inisiat, tiba di Medan pada tanggal 1 Januari. Tahu bahwa penduduk Banda Aceh menderita sangat berat dan amat membutuhkan personel medis, obat-obatan dan kebutuhan sehari-hari; para praktisi segera meminta orang Formosa untuk menyediakan barang-barang tersebut. Meskipun ada berita dari mulut ke mulut tentang adanya wabah penyakit menular di daerah bencana, para inisiat tidak takut dan terus ke Banda Aceh untuk menyampaikan berkah dan kasih Guru bagi para korban.

Begitu sampai di tempat kerja mereka di Banda Aceh, para praktisi menempelkan foto Guru dan memainkan kaset nyanyian Buddha. Dan mengherankan sekali, setelah menempelkan foto, mereka merasa bahwa tempat itu menjadi lebih sejuk, dan penyebaran bau busuk dari mayat-mayat juga lenyap. Itu bagaikan suatu perisai yang melindungi para inisiat dari lingkungan luar. Regu penolong lalu dibagi jadi dua kelompok. Yang satu melayani para korban yang terluka, dan yang lainnya dipimpin oleh Palang Merah setempat membagikan material bantuan dan melakukan survei medis untuk mengetahui apakah yang paling dibutuhkan para korban. Regu distribusi bersama dengan inisiat dari Indonesia pergi ke kamp dan penampungan korban sekitar Banda Aceh dan membagikan material seperti pakaian, sendal, makanan kecil, air minum, beras, mi instan, sikat gigi, odol, sabun, kacang hijau, kelambu anti nyamuk, pakaian dalam, dan barang keperluan wanita.

Dibantu oleh Palang Merah Aceh, para praktisi dari Formosa dan Indonesia dengan  lancar menyampaikan material ke pada para korban.

Berikutnya, regu kedua yang terdiri dari lima belas praktisi Formosa sampai di Medan tanggal 2 Januari. Setelah diberitahu mengenai situasi oleh pekerja lain, para sukarelawan ini juga dipecah menjadi dua kelompok. Satu pergi ke kamp penampungan di Medan untuk menolong korban, dan lainnya bergabung dengan regu setempat di Lhokseumawe untuk mengantarkan obat-obatan dan material bantuan ke daerah-daerah pantai di mana bantuan mendesak sangat dibutuhkan. Jarak yang ditempuh sejauh 140 km dari Lhokseumawe hingga ke Sigli. Kelompok kedua juga pergi ke daerah pantai sebelah barat Medan untuk membagikan barang bantuan. Meskipun situasi di derah itu tidak stabil dan diliputi bahaya tersembunyi; akan tetapi berkat karunia Guru dan bantuan Palang Merah setempat, para inisiat dengan efisien menyampaikan sejumlah besar material ke banyak kamp dan penampungan.

Korban tsunami di Aceh melambai gembira pada para praktisi sewaktu mereka menerima pakaian baru.

Kemudian, sebagai jawaban atas laporan-laporan dari daerah bencana, inisiat Formosa menyiapkan pengiriman lain berupa obat-obatan yang sangat dibutuhkan. Dan para inisiat dengan pengetahuan farmasi bahkan menyiapkan antibiotik khusus, perban anti bakteri untuk menghentikan pendarahan, dan material lainnya untuk mengatasi infeksi serius. Tanggal 4 Januari, dengan bantuan Komisi Urusan LSM Internasional dari Kementerian Luar Negeri Formosa; sepuluh praktisi lagi, termasuk dokter-dokter dan ahli obat-obatan, terbang ke Medan. China Airlines malahan menyediakan angkutan gratis bagi pasokan obat-obatan.

Pada tanggal 5 Januari, para dokter dan ahli obat-obatan, ditemani oleh seorang inisiat lokal yang baru saja kembali dari Banda Aceh, membawa pasokan medis yang baru tiba, beberapa vaksin tetanus, serta 220 kg obat-obatan dari Center Hong Kong. Dengan bantuan Angkatan Udara Singapura, barang-barang ini dapat diterbangkan ke Meulaboh untuk diberikan ke Pusat Koordinasi Bantuan LSM dan berbagai rumah sakit Palang Merah. Meulaboh merupakan suatu daerah yang paling berat dilanda tsunami hingga transportasi dan komunikasi rusak. Jadi, untuk mencapai daerah itu, regu inisiat Indonesia dan Formosa menggunakan helikopter atau perahu kecil.

Kota Meulaboh yang ditinggalkan telah kehilangan pesona dan kecantikannnya. Listrik yang padam menyebabkan suasana menjadi gelap gulita pada malam hari. Regu bermalam di kamp Palang Merah di mana para stafnya menolong dan membimbing inisiat dalam bekerja. Regu itu tidak yakin tentang kapan dan bagaimana mereka bisa kembali ke Medan setelah kerja bantuan selesai, tapi syukurlah, berkat pengaturan Guru, Angkatan Udara Singapura menolong para saudara-saudari itu dengan menerbangkan mereka kembali ke kota.


Terharu oleh tindakan belas kasih para inisiat, tentara dan korban di Aceh membantu pembagian material bantuan.

Ketika bersiap meninggalkan bandara, inisiat Formosa secara kebetulan bertemu Bapak Tony Leonardo, seorang pejabat Departemen Investasi Sumatra Utara, yang menyampaikan rasa syukurnya kepada Asosiasi Internasional Maha Guru Ching Hai dan meminta para praktisi untuk menyampaikan terima kasih Pemerintah Indonesia kepada Pemerintah Formosa, serta kelompok-kelompok dermawan yang telah memberikan bantuan kepada saudara-saudaranya.

Sebagai penutup, tugas pertolongan di Indonesia sudah dilakukan dengan sukses melalui upaya-upaya kerja sama para praktisi dari banyak negara, Palang Merah lokal, dan badan-badan pemerintahan, serta non pemerintahan. Dan saat ini, para inisiat Indonesia sedang bekerja dengan Palang Merah untuk membangun kembali daerah bencana, rinciannya akan dilaporkan pada majalah Berita edisi berikutnya.

Indonesia

Pengeluaran untuk Kegiatan Bantuan Tsunami oleh Maha Guru Ching Hai dan Asosiasi-Nya



Dengan segera setelah serangan Tsunami Samudra Hindia 2004, para praktisi dari Asosiasi Internasional Maha Guru Ching Hai tiba di daerah-daaerah yang rusak di Asia Selatan dan Afrika Timur untuk memberikan bantuan dan menyampaikan kasih Guru  kepada para korban. Untuk laporan mengenai kegiatan ini, silakan kunjungi ke TV Internet kami, acara Perjalanan  Melalui Alam Estetis No. 124, 125 dan 126 di saluran hiburan CTi TV.

URL: http://www.Godsdirectcontact.org.tw/eng/hichannel/index.htm 
(narasi dalam bahasa Inggris dengan teks bahasa Cina)