Kasih Dalam TindakanLaporan dari Filipina Menantang Bahaya
|
Pada tanggal 17 Februari 2006, hujan deras yang telah mengguyur Filipina bagian tengah selama berhari-hari mengakibatkan tanah longsor di daerah Leyte Selatan. Dalam hitungan menit, beberapa desa ditelan lumpur serta diterjang batu-batu besar yang meluncur turun ke bawah. Beberapa tempat tertimbun lumpur setinggi tiga puluh kaki. Bencana besar ini telah menghancurkan desa St. Bernard dan komunitas sekitarnya. Bencana ini juga telah menewaskan tiga ribu orang. Sampai hari ini, kurang dari enam puluh penduduk desa yang diselamatkan dan sisanya masih belum ditemukan.
Mengetahui bencana tersebut, Guru sangat prihatin dan segera menginstruksikan untuk mengupayakan operasi bantuan. Setelah menerima pesan-Nya pada tanggal 20 Februari, rekan-rekan inisiat dari Formosa segera mengatur dan mengirim tim bantuan ke Filipina pada keesokan paginya.
Segera setelah tiba di Center Manila, para inisiat menghubungi dua orang kenalan lama di negara tersebut, Bapak Manuel L Morato yang merupakan bekas anggota Senat, dan Bapak Joe Lad Santos yang merupakan wartawan setempat. Pada sore itu, Bapak Santos datang ke Center untuk membicarakan keadaan. Saat di Center, kami dapat melihat dengan jelas kerinduan dirinya terhadap Guru. Pada sore itu juga, tim bantuan menghubungi Bapak Morato. Setelah mengetahui alasan kedatangan tim penyelamat, dia segera menghubungi Kantor Cabang PCSO (Kantor Amal Undian Berhadiah Filipina) Tacloban, dan secara pribadi menulis surat perkenalan (lihat lampiran) untuk disampaikan kepada Ibu Zenny Delantar yang merupakan Kepala Pelaksana Kantor tersebut. Surat tersebut menjelaskan bahwa Bapak Morato yang sangat mendukung usaha penyelamatan tersebut saat ini adalah Pengawas PCSO. Kemudian, malam itu tim penyelamat memutuskan untuk memulai usaha penyelamatan di dua lokasi secara bersamaan. Satu grup rekan inisiat berangkat ke Provinsi Leyte bagian Selatan di Filipina tengah, sementara grup yang lain menuju Kota Zamboanga di bagian Selatan.
Tim penyelamat mengunjungi Bapak Morato (kiri) yang merupakan Pengawas Kantor Amal Undian Berhadiah Filipina. |
Wartawan Filipina dan Bapak Santos berpose untuk pengambilan foto bersama rekan-rekan inisiat. |
Leyte Selatan
Pada tanggal 22 Februari, Ibu Delantar memimpin tim penyelamat ke kawasan yang terkena bencana. Dengan ditemani oleh sekretaris pemerintah kota, para anggota tim mempelajari keadaan dan mencatat jumlah korban di setiap tempat penampungan beserta kebutuhan mereka. Karena rumah mereka telah hancur total akibat tanah longsor, mereka membutuhkan keperluan sehari-hari. Jadi, keesokan harinya para relawan PCSO bekerja sama dengan para inisiat untuk membeli barang-barang bantuan. Setiap orang merasa tersentuh hatinya saat melihat pengabdian mereka. Mulai dari meminta penawaran sampai negosiasi harga, mereka mengupayakan yang terbaik, memperhatikan setiap detail serta memastikan bahwa setiap sen dari uang yang disumbangkan oleh Guru mendapatkan hasil yang maksimal. Setelah pembelian barang, para inisiat segera mengemas dan memuat perbekalan ke dua buah truk besar untuk diantar ke berbagai tempat penampungan pada keesokan paginya.
Perbekalan dibagikan di Sekolah Menengah Atas Kristen di St. Bernard, Sekolah Pusat St. Bernard, Gereja Perserikatan Kristen, dan Sekolah Persahabatan Anak-Anak yang merupakan tempat penampungan sementara yang didirikan untuk anak-anak yang kehilangan orang tua mereka dalam bencana tersebut. Wali Kota San Juan ikut dalam tim distribusi dan mereka bertemu dengan Ibu Rachel R. Cuevar, kepala sekolah San Juan National High School di St. Bernard, yang sekolahnya tertimbun tanah longsor. Tersentuh oleh usaha bantuan itu, dia berkata dengan mata berlinang air mata, “Saya sangat berterima kasih atas bantuan yang diberikan Maha Guru Ching Hai kepada anak-anak.” Kemudian tim bantuan berkunjung dan membagikan bekal bantuan kepada enam belas orang korban yang terluka di rumah sakit.
Setelah pekerjaan distribusi selesai, para anggota tim bantuan kembali ke Manila pada hari berikutnya pada tanggal 25 Februari dan segera pergi ke tempat tinggal Bapak Morato untuk menyampaikan rasa terima kasih mereka yang sebesar-besarnya. Sebaliknya, Bapak Morato sangat memuji perbuatan amal Guru dan berkata, “Saya sangat merindukan-Nya dan berharap supaya Guru dapat berkunjung ke Filipina lagi pada suatu hari.”
Zamboanga
Zamboanga yang terletak di ujung selatan Filipina diterjang
tanah longsor paling parah, khususnya wilayah pegunungan Bayog.
Penduduk di daerah itu hidup dalam kemiskinan dan pada umumnya
berprofesi sebagai penambang. Tanah longsor yang dipicu oleh hujan
deras pada tanggal 19 Februari telah merobohkan dan menghancurkan rumah
para korban. Karena itu, para korban sangat membutuhkan bantuan dari
pihak luar.
|
|
Tim bantuan tiba di Zamboanga pada tanggal 22 Februari dan dengan bantuan dari Ibu Loraida, kepala kantor berita ABS-CBN yang merupakan stasiun televisi lokal yang terbesar, mereka menghubungi Bapak Martias - penasihat Kantor Wali Kota Bayog. Dalam pembicaraan melalui telepon, Bapak Martias berkata bahwa kawasan yang terkena bencana sangat membutuhkan tenda dan persediaan obat-obatan. Dia menyarankan agar tim bantuan membeli lima belas macam obat-obatan dan empat gulung terpal plastik yang elastis untuk pembuatan tenda. Sebagai orang yang baik budi, Ibu Loraida dengan sukarela menghubungi pabrik pembuat tenda dan perusahaan farmasi untuk mewakili tim bantuan yang masih baru di negara tersebut. Kenyataan yang lebih mengharukan adalah bahwa pengusaha setempat yang dia kenal bersedia memberikan potongan harga begitu mengetahui para inisiat datang dari jauh hanya untuk membantu para saudara dan saudari mereka.
|
Pada keesokan pagi sebelum tim berangkat ke kawasan yang terkena bencana, mereka diberitahukan bahwa kondisi jalan rusak parah, sehingga kendaraan jip mereka dikhawatirkan tidak akan bisa sampai di sana. Maka, tidak ada pilihan bagi mereka kecuali menaikkan perbekalan mereka ke atas sepeda motor gunung dan menempuh perjalanan yang penuh bahaya. Pada kenyataannya, di beberapa tempat, jalan begitu sempit sehingga orang terpaksa merangkak maju. Setelah mengetahui bahwa obat-obatan juga dikirimkan bersama barang-barang bantuan lainnya, pemerintah Filipina juga mengirimkan para pekerja medisnya untuk bekerja sama dengan tim. Setelah mengatasi berbagai kendala dan tiba di daerah tujuan, para pekerja medis dari tim bantuan segera membangun posko medis darurat. Kebanyakan dari korban menderita gangguan pencernaan dan flu. Penduduk setempat merasa terkejut sekaligus senang. Mereka menyambut kedatangan anggota Asosiasi Internasional Maha Guru Ching Hai di daerah mereka. Mereka mengatakan bahwa Asosiasi tersebut merupakan grup luar negeri yang pertama datang dan menunjukkan kemurahan hati sesungguhnya.
|
|
Ketika sedang melakukan pekerjaan bantuan di Filipina pada tahun 2006, rekan-rekan inisiat juga membagikan selebaran “Hidup dengan Cara Berbeda” kepada orang-orang yang berjodoh di bandara dan juga kepada orang-orang yang mereka temui dalam perjalanan mereka. Pada umumnya diperoleh tanggapan yang positif dan walaupun berada di lingkungan asing dan sangat berpotensi terkena bencana, akan tetapi tim berhasil menyelesaikan tugas mereka dalam waktu lima hari. Semua ini adalah berkat kasih dan perlindungan Guru. Para inisiat menyadari sepenuhnya bahwa ketika mereka sedang melayani para makhluk hidup, Guru secara diam-diam juga ikut melakukan hal yang sama di sisi mereka.
Beritahu teman
tentang artikel ini |