Seri Kepemimpinan Cemerlang di Dunia
Filipina
Masyarakat Filipina Mengulurkan Tangannya dalam Merawat
Pengungsi Vietnam
Oleh Bapak Joe Lad Santos *(Asal dalam
bahasa Inggris)
Nyonya Imelda Marcos
Menjadi Ibu untuk Manusia Perahu yang tak Mempunyai Kewarganegaraan
Pada tahun 1979, sebuah kapal bernama Tung An
yang bermuatan lebih dari 2.000 orang Au Lac tiba di Pantai Manila.
Selama delapan bulan yang panjang mereka dilarang untuk menginjak tanah
Filipina. Itu bukan karena orang Filipina tidak mempunyai hati dan
egois, tetapi karena seluruh dunia sepertinya belum siap. PBB
benar-benar tak menduga dan politik dunia telah menarik garis imajiner
akan batasan-batasan dan memasang halangan politik untuk menjaga tanah,
daerah kekuasaan, dan kepentingan pribadi tiap-tiap negara.
Nyonya Imelda R. Marcos, Ibu Negara Filipina
pada saat itu adalah istri dari pria kuat Asia yang terkenal -Ferdinand
E. Marcos, pertama kali mengeluarkan pernyataan untuk mendukung tempat
penampungan sementara kepada lebih dari dua ribu jiwa yang terapung di
Teluk Manila di Tung An.
Laporan yang memilukan dari Tung An
menyingkap bahwa lima orang membagi satu buah pisang untuk makanan pada
hari itu. Hal ini menyebabkan Nyonya Marcos menangis. “Kita semuanya
adalah pengungsi, jika mereka tanpa kewarganegaraan, kita semua juga
begitu, tak ada satu orang pun di dunia ini yang mempunyai negara
miliknya sendiri, karena kita semuanya adalah pengungsi,” demikian kata
Nyonya Marcos. Sebagai akibatnya, sebuah tempat di Puerta Princesa di
kota Palawan diumumkan sebagai tempat penampungan sementara (Pusat
Pemrosesan Pengungsi Filipina, dikenal sebagai PRPC) untuk manusia
perahu yang menantikan kebijakan: apa yang harus dilakukan dengan pria
dan wanita dari laut ini.
Sebagai penerus PRPC, langkah kemanusiaan
yang diambil oleh Nyonya Marcos menjadi kunci dalam membuka garis
pantai di Negara Filipina kepada lebih banyak manusia perahu Au Lac.
Gelombang pasang dari orang Au Lac ditampung di PRPC. Nyonya Marcos
adalah pemimpin Filipina pertama di Asia yang berjuang untuk orang Au
Lac. Tindakannya telah menjadi sebuah contoh bagi para pemimpin lainnya
untuk membantu mereka dan bersama-sama mengulurkan tangan.
Pusat Pengungsi Palawan menerima restu dari
PBB dan diberikan dana untuk operasional. Mereka yang mendarat di kamp
pengungsi di seluruh Asia secara otomatis menerima status pengungsi.
Setelah bulan Maret 1989, PBB menolak untuk mengakui mereka sebagai
pengungsi. Dari titik ini, status mereka menjadi “pencari suaka”,
dengan sedikit harapan akan dipindahkan ke negara ketiga.
Keterangan Gambar: Pada tahun 1991, Guru
Ching Hai berterima kasih kepada Nyonya Imelda R. Marcos (kiri) untuk
pembukaan pintu Filipina terhadap pengungsi Au Lac.
Presiden
Fidel Ramos ♥♥♥♥♥♥♥ Mengeluarkan Perintah
untuk Memberikan Izin Tinggal Menetap kepada 5.000 orang Au Lac
Pada tahun 1995, Komisi Tinggi Perserikatan
Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR) memutuskan untuk menghentikan
dana untuk kamp pengungsi di seluruh Asia. Beberapa negara mulai
memberlakukan “pemulangan paksa” untuk mengirim pengungsi kembali ke
rumah, bahkan dengan cara kekerasan. Banyak pengungsi yang memprotes
perlakukan seperti ini. Beberapa orang bahkan melakukan tindakan bunuh
diri.
Pada tanggal 9 Juni 1995, mendekati Hari
Kemerdekaan Filipina yang ke-97 (tanggal 12 Juni), Presiden Fidel Ramos
mengeluarkan perintah untuk memberikan izin tinggal dan menetap kepada
5.000 orang Au Lac yang memasuki negara tersebut sebelum tahun 1979.
Segera setelah mendengar berita ini, Maha Guru Ching Hai yang telah
bekerja tanpa lelah untuk membantu manusia perahu menemukan rumah,
mengirim surat kepada Presiden Ramos dan pemerintah Filipina yang
berisi ucapan selamat atas Hari Ulang Tahun Kemerdekaan dan atas
prestasi yang telah mereka lakukan. Maha Guru, atas nama 5.000
pengungsi Au Lac, juga berterima kasih kepada mereka.
Ketika UNHCR menghentikan pendanaan untuk
kamp, pemerintah Filipina berpikir untuk mengirimkan sisa pengungsi Au
Lac kembali ke rumah. Pengungsi itu sendiri menolak pemulangan dan
menjalani aksi mogok makan. Sekitar 700 pengungsi melarikan diri dari
kamp pengungsi Palawan karena takut bahwa mereka akan dikapalkan
kembali ke rumah. Banyak dari mereka yang belum dewasa tanpa keluarga
dan mereka akan menjadi orang pertama yang dikirimkan kembali.
Gereja Katolik ♥♥♥♥♥♥♥ membantu pengungsi dan mengkritik
pemerintah Filipina karena menelantarkan mereka. Meskipun mendapat
tekanan internasional, Presiden Fidel Ramos memutuskan untuk
membatalkan rencana pemulangan mereka, dan dia sebaliknya mengizinkan
2.600 “pencari suaka” untuk menetap dalam jangka waktu yang tak
terbatas di negaranya di bawah pengawasan Gereja Katolik Roma. Dalam satu momen yang penting, Filipina menjadi
negara satu-satunya di dunia yang menawarkan tempat kepada “pencari
suaka” Au Lac.
Sebenarnya, tidak ada hukum khusus yang
disahkan untuk tempat tinggal resmi mereka. Tetapi, seperti sebuah
keajaiban yang besar, mereka diberikan perlakuan yang sangat baik untuk
tinggal di negara tersebut dan ditawarkan kesempatan untuk memutuskan
apakah mereka akan tetap tinggal di Filipina, atau melanjutkan
perjuangan mereka untuk mencapai negara pilihan mereka.
Dalam pandangan saya, negara kita mengizinkan
mereka tinggal terutama berdasarkan unsur kemanusiaan dengan dorongan
dari banyak warga yang prihatin dan pengaruh Konferensi Keuskupan
Katolik. Presiden Ramos, seorang pemimpin beragama Kristen yang
berkarakter kuat, menangani masalah orang Au Lac dengan hati yang
ramah. Orang Au Lac diberikan izin tinggal yang ramah dan diizinkan
untuk bepergian ke seluruh bagian negara seperti halnya mereka tinggal
di tanah air mereka.
Keterangan Gambar: Cuplikan berita
tentang Presiden Fidel Ramos yang memberikan izin tinggal menetap
kepada 5.000 orang Au Lac dan surat penghargaan dari Maha Guru Ching
Hai kepada Presiden Ramos dan pemerintah Filipina.
Banyak Pribadi dan
Organisasi Mengulurkan Tangan
Pada saat yang bersamaan, banyak usaha yang
dilakukan untuk membantu sisa manusia perahu Au Lac. Asosiasi
Internasional Maha Guru Ching Hai menyediakan baik bantuan material
maupun spiritual kepada mereka. Sebagai tambahan, banyak sektor pribadi
dan Lembaga Swadaya Masyarakat seperti pengacara Trinh Hoi, yang
dulunya juga merupakan seorang pengungsi, Manusia Perahu S.O.S. yang
diketuai oleh Dokter Nguyen Dinh Thang, dan Bantuan Hukum untuk Pencari
Suaka Vietnam (LAVAS); semuanya bekerja keras melakukan lobi untuk
perpindahan manusia perahu Au Lac ke negara ketiga. Sebagai hasilnya,
pada bulan April 2004, pemerintah Amerika dan Filipina mencapai
kesepakatan mengenai perpindahan. Pada tanggal 26
September 2005, rombongan pertama terdiri dari 229
manusia perahu Au Lac mendarat
di Amerika di bawah perjanjian yang mengizinkan sisa 1.600 orang pencari suaka Au Lac di
Filipina untuk pindah ke Amerika Serikat.
Berkat kasih dan kerja sama kemanusiaan
antara pemerintah Filipina, Gereja Katolik, masyarakat Filipina yang
terbuka hatinya, dan kebaikan hati masyarakat Amerika, “manusia perahu”
Au Lac pada akhirnya dapat mengakhiri bab terakhir dari kisah mereka
dengan akhir yang bahagia.
Senator
Aquilino Q. Pimentel Jr. ♥♥♥♥♥♥♥ Mewakili
Sifat Kemanusiaan dari Masyarakat Filipina
Untuk alasan sejarah, saya melampirkan
salinan Rancangan Undang-Undang Senat 1152, yang pastinya akan bergema
dalam sejarah sebagai ilustrasi yang cocok akan bagaimana masyarakat
Filipina yang dengan tulus memperhatikan saudara dan saudari Au Lac
kita. Rancangan Undang-Undang ini diprakarsai oleh Senator Aquilina
Pimentel Jr., yang diajukan pada tahun 2003 ketika sisa dari 2.000
orang lebih manusia perahu masih berada dalam keadaan menyedihkan.
Walaupun rancangan undang-undang ini tidak pernah disahkan, ini
menunjukkan sifat kemanusiaan dari perwakilan politik dalam membentuk
hukum negara.
Berikut ini adalah catatan penjelasan dari
rancangan undang-undang tersebut:
SENAT S. B. No. 1152
Diperkenalkan oleh Senator Aquilino Q.
Pimentel Jr.
CATATAN PENJELASAN
Rancangan Undang-Undang ini meminta untuk
memberikan status menetap kepada pengungsi Vietnam dan pencari suaka
yang memenuhi syarat di Filipina. Filipina menjadi tuan rumah beberapa
pengunjung asing yang telah memasuki negara kita tanpa suatu keperluan.
Kebanyakan pengungsi ini adalah orang Au Lac. Sekitar seribu pengungsi
Vietnam yang tinggal di Palawan dan tempat lainnya di negara ini sedang
meminta izin pemerintah untuk tinggal secara menetap di sini. Pengungsi
Vietnam adalah di antara ribuan orang yang meninggalkan tanah airnya
yang dirobek-robek oleh perang setelah kekalahan Saigon. Dikarenakan
tidak bisa menerima perintah besi dari komunis, mereka merindukan
rangkulan manusia bebas. Sekarang, permintaan sungguh-sungguh mereka
adalah diberikan hak khusus untuk tinggal menetap di negara kita.
Mereka ingin mengadopsinya. Bagi mereka, ini adalah “tanah yang
dijanjikan”. Keinginan masyarakat adalah agar kita memberikan respons
terhadap permintaan pengungsi yang tertekan ini dengan cara yang sesuai
dengan peranan Filipina sebagai mercusuar demokrasi pasca-EDSA Timur
Jauh. Untuk alasan ini, rancangan undang-undang ini diajukan untuk
mengesahkan dan mengatur keberadaan pengungsi Vietnam di Filipina.
Marilah kita tidak melupakan bahwa tidak berapa lama yang lalu, kita
juga merupakan negara yang menghadapi pengalaman yang sama. Ketika
tirani berkuasa, banyak orang Filipina yang teraniaya yang terbang ke
negara lain untuk mencari tempat penampungan sementara.
Sebenarnya, ada banyak alasan yang patut
kita ucapkan terima kasih kepada dunia bebas. Kita sekarang terpanggil
sebagai sebuah negara untuk mengembalikan perbuatan baik dengan
mengizinkan pengungsi Vietnam menjadi warga tetap di Filipina.
Rancangan undang-undang ini sungguh diharapkan agar dapat diterima.
Keterangan Gambar:
1. AQUILINO Q. PIMENTEL JR.
2. Rancangan Undang-Undang Senat 1152, disusun oleh Senator Aquilino
Pimentel Jr.
* Pengarang artikel ini, Bapak Joe Lad
Santos, adalah wartawan Filipina yang menemani Guru Ching Hai dalam
suatu kunjungan ke Palawan pada tanggal 8 April 1991. Dia berkata bahwa
dia sangat beruntung menjadi saksi mata.
|