Beberapa
waktu yang lalu, saya merasa tidak senang kepada seorang rekan
sekerja senior dan selalu kehilangan “pahala rohani” dengan
mengirimkan amarah saya kepadanya, bahkan sampai berkeinginan
untuk melemparkan alat tulis kepadanya. Ketika saya pulang ke
rumah setelah jam kerja pada sore itu, saya melihat putra saya
mendapat memar di matanya. Hati saya sakit dan bertanya
kepadanya, “Apa yang terjadi?” “Saya kehilangan dompet dan
seorang teman sekelas menemukannya,” jawab anak saya. “Dia
melemparnya kembali pada saya tetapi karena terlalu kuat
melemparnya, saya tidak bisa menangkapnya. Dompet itu mengenai
mata saya dan menjadi biru lebam.”
Kejadian tersebut
mengingatkan saya bahwa bahkan dengan sedikit saja pikiran
negatif mengenai seseorang yang tidak kita sukai, sama dengan
melukai Tuhan kita yang terkasih. Telah merupakan kehendak
Tuhan bahwa kita masing-masing memainkan peran yang berbeda.
Tiada seorang pun yang benar maupun salah. Orang-orang yang
ditakdirkan untuk pulang ke Rumah akan berangkat; orang-orang
yang harus terus memainkan peran mereka dalam drama kehidupan
ini akan terus melakukannya. Mereka semua adalah anak-anak
Tuhan yang terkasih. Oleh karena itu, kasih kita tidak
seharusnya terbatas kepada orang-orang yang kita cintai,
tetapi harus mencakup semua mahluk hidup, karena melukai musuh
sama saja dengan melukai orang-orang yang kita cintai.
Saya
telah menyerah sesaat kepada pikiran negatif terhadap orang
lain dan dengan segera putra saya menderita karena hal
tersebut. Namun dia memaafkan pihak yang terlibat tanpa
menaruh dendam, dan mengatakan bahwa memar tersebut akan
hilang dalam beberapa hari. Sekarang matanya kelihatan seperti
mata seekor panda. Saya memohon kepada Guru dan putra saya
untuk memaafkan saya. Saya berjanji akan menjadi lebih baik di
waktu mendatang. Terima kasih, nak! Terima kasih, Guru!
|