Kasih Dalam Tindakan

Laporan dari Texas, AS

Bencana Hanya Sementara,
tetapi Kasih Guru Tiada Habisnya

Oleh Robert Yuan, Houston, Texas (Asal dalam bahasa Inggris)

Hanya berselang dua minggu setelah Topan Katrina menyerang Amerika Serikat bagian tenggara, Topan Rita mulai datang dari pantai Florida dan dapat dikategorikan sebagai badai Kategori 5 dengan kecepatan angin di atas 160 mil per jam (257 km/jam) dan mengalahkan rekor Katrina sebagai topan yang paling kuat dalam sejarah. Namun, berkat rahmat Tuhan, Rita tidak melewati kota Houston dan melemah sebelum menghilang di perbatasan Louisiana-Texas pada tanggal 24 September 2005.

Dengan memperhatikan instruksi Guru pada tanggal 27 Agustus, supaya di masa mendatang kita lebih tanggap terhadap bencana, para inisiat setempat dengan cepat membentuk sebuah tim bala bantuan Maha Guru Ching Hai dengan markas besar di Houston yang jutaan penduduknya sedang mengungsi. Para inisiat telah menyadari bahwa misi bantuan mereka akan penuh tantangan karena beberapa hari sebelum tanggal perkiraan angin topan itu tiba, semua makanan, air botol, dan BBM di kawasan itu sudah diborong oleh penduduk untuk persediaan.

Karena itu, tim Houston meminta para inisiat di center-center lainnya, termasuk yang letaknya di luar negara bagian itu, untuk mengirimkan makanan dan minuman ke markas besar. Beberapa praktisi dari luar negara bagian lalu membentuk regu-regu sukarelawan dan berjanji akan tiba bersama perbekalan bantuan itu sebelum angin topan menyerang pantai itu. Hal ini dilakukan untuk menghindari kekurangan barang-barang pokok dimana tingkat permintaan barang tersebut sedang tinggi, bahkan hingga ke Kota Oklahoma, Dallas, dan Austin. Para inisiat tiba di Houston hanya dalam waktu satu jam sebelum serangan angin topan itu tiba, dan begitu mereka masuk ke dalam markas besar, angin topan Rita dan hujan segera membesar.

Esok paginya, tanggal 24 September, kecepatan angin di tempat-tempat bencana berangsur-angsur berkurang menjadi 60 mil per jam (97 km/jam). Pada situasi tersebut, para inisiat mengisi kendaraan mereka dengan barang bantuan dan bergerak menuju ke daerah-daerah yang paling parah kerusakannya di Beaumont dan Port Arthur, Texas, yang berjarak 100 mil (161 km).

Ketika tim itu tiba di Beaumont, angin dan hujan mulai reda, akan tetapi jalan-jalan sudah diblokir oleh polisi untuk menghindari penjarahan dan mengawasi orang-orang agar tidak terluka oleh kabel-kabel listrik yang jatuh ke tanah dan puing-puing yang mengotori jalan. Begitu para pekerja tiba di barikade polisi, mereka meminta izin untuk mengantarkan makanan dan minuman ke daerah bencana, namun ditolak dengan sopan. Dengan pantang menyerah, iring-iringan itu beralih ke jalan bebas hambatan berikutnya sambil memohon pertolongan Guru supaya dapat melaksanakan misi mereka. Setelah mengajukan beberapa pertanyaan, polisi itu mengizinkan tim bantuan untuk melintasi barikade mereka. Pada saat itu para inisiat harus menyetir mobilnya dengan hati-hati saat melewati puing-puing, pohon-pohon tumbang, dan kabel-kabel listrik yang tergeletak di tanah. Setelah mereka meneliti daerah itu, para sukarelawan melihat bahwa hampir seluruh penduduk telah mengungsi seperti yang dianjurkan oleh pihak pemerintah; namun, mereka tidak menyerah dan terus menyisir jalan-jalan untuk menemukan mereka yang selamat.

Setelah mencari-cari, para saudari dan saudara itu berjumpa dengan seorang pria lalu menanyakan lokasi tempat di mana ada pengungsi yang membutuhkan bahan bantuan. Lalu ia menjawab, ”Ya, saya sudah tidak makan lebih dari dua hari karena evakuasi itu telah mengakibatkan ditutupnya toko-toko di daerah ini.” Maka Guru menjawab doa para inisiat itu, karena pria itu dengan sukarela memandu mereka ke lokasi yang membutuhkan bantuan. Tim itu kemudian bergerak dari satu lingkungan ke lingkungan lainnya, membagikan bahan bantuan di kompleks-kompleks apartemen dan hotel di mana penduduk setempat sangat berterima kasih terhadap tim dan memberi semangat kepada tim atas usaha bantuan itu. Banyak di antara para inisiat dengan rendah hati menjawab bahwa merekalah yang harus berterima kasih kepada para pengungsi karena telah diberi kesempatan untuk melayani orang lain, yang berarti juga melayani Tuhan. Ketika melakukan proses distribusi, para saudari dan saudara berkali-kali mengalami saat-saat yang melampaui dimensi waktu dan ruang, dimana sesungguhnya tidak terdapat korban maupun penolong, yang ada hanyalah kasih yang murni! Ketika hari menjelang senja, tim berpamitan dengan penolong setempat yang dikirim oleh Tuhan itu.

Kemudian pada hari Minggu tanggal 25 September, para inisiat membentuk sebuah iring-iringan yang lebih besar, di antaranya adalah tiga truk besar yang disewa dan tiga mobil boks. Mereka lalu berangkat menuju daerah Beaumont untuk satu hari yang penuh keajaiban lagi. Rombongan direncanakan untuk dipecah dan pergi ke Port Arthur, Jasper, Lumberton, Vinton, dan kota-kota lainnya yang juga terkena Topan Rita. Selanjutnya, begitu iringan-iringan mendekati Beaumont, rombongan berhenti untuk berunding di dekat jalan raya Interstate-10, dan salah seorang saudara berjalan menuju Hotel Elegante di sekitar sana untuk mencari informasi tentang keadaan setempat. Dia kembali bersama satu orang utusan Tuhan yang melaporkan bahwa hotel itu penuh dengan pengungsi Topan Katrina dan Topan Rita yang sangat membutuhkan bantuan. Utusan itu membawa rombongan melintasi barikade polisi di dekat sana, dan begitu truk-truk inisiat itu memasuki gerbang hotel, mereka disambut dengan sorakan serta tepuk tangan dari para korban Topan Katrina yang terlupakan itu. Lalu para wartawan dari CBS, ABC, NPR, BBC, Fox, dan media siaran lainnya seolah muncul entah darimana dan mulai mewawancarai para petugas bantuan kita yang secara efisien membagikan makanan kepada para korban. Bahan-bahan makanan dasar seperti roti, agar-agar, dan selai kacang menjadi makanan lezat instan karena dapat segera dilahap oleh para pengungsi itu. Mereka bahkan tidak sabar untuk memakan mi instan langsung dari bungkusnya sehingga mengundang air liur para inisiat.

 

Ketika para saudari dan saudara sepelatihan menyelesaikan misi mereka di Beaumont, seorang wanita paruh baya yang merupakan pengurus Hotel Holiday Inn di Port Arthur dengan sukarela mengantarkan mereka ke tempat orang-orang yang lebih membutuhkan di Port Arthur. Ia juga berjanji akan mengantar tim untuk melintasi sebuah barikade yang dibangun oleh polisi. Ini sebuah kejutan besar. Sebelumnya, anggota tim sudah memutuskan untuk menghapus Port Arthur dari daftar karena warta berita menyampaikan peringatan kepada masyarakat untuk menghindari kota itu yang masih banjir. Walaupun hanya para petugas militer dan tim pertolongan resmi yang diperbolehkan masuk, para inisiat sadar bahwa mereka harus membuang prasangka mereka dan berserah pada kehendak Tuhan! Dengan ditemani oleh orang baru yang 'diutus' Tuhan ini, para inisiat akhirnya berhasil melintasi barikade polisi itu. Setelah tiba di hotel Holiday Inn, mereka kemudian disambut oleh beberapa petugas. Anggota tim kemudian dengan santun bertanya tentang cara untuk membantu para korban. Petugas polisi itu menjawab bahwa penduduk yang tidak sempat mengungsi saat topan Rita datang sangatlah membutuhkan makanan. Kepala tim kami kemudian diperkenalkan kepada walikota, Oscar Ortiz, dan kepala polisi setempat. Pada kenyataannya, walikota itu juga merupakan salah satu korban karena rumahnya telah dirusak oleh Topan Rita. Ia beserta kepala polisi itu kemudian dengan tulus berterima kasih kepada tim, lalu menawarkan bantuan mereka. Mendengar hal itu, salah seorang saudara berkata, “Akan sangat membantu jika Anda mengizinkan kami untuk melintasi barikade-barikade polisi sehingga kami dapat membantu pengungsi lain yang sedang membutuhkan.” Walikota itu lalu mengeluarkan surat keterangan bantuan darurat bagi tim itu yang ditandatanganinya bersama kepala polisi itu. Selain itu, ia juga mengutus dua orang petugas untuk menyampaikan surat keterangan kedua kepada tim inisiat yang sedang menurunkan barang-barang bantuan di jalan.

Saat tim sedang menjalankan usaha bantuan di hari yang penuh keajaiban di Beaumont, mereka tiba-tiba dihubungi oleh seorang pria setempat yang kemudian mengantar mereka menuju sebuah panti jompo yang rusak. Pria itu begitu tersentuh oleh ketulusan para inisiat sehingga dia ikut mengantarkan makanan dan minuman ke lantai atas supaya para manula yang sudah sangat tua dan lemah tidak perlu turun ke lobi. Dalam suatu kesempatan para korban meminta roti, tetapi roti tersebut sudah habis dibagikan; situasi ini membuat para anggota tim saling menatap dalam kebingungan. Tiba-tiba, seorang anggota tim menemukan sebuah kotak roti yang sebelumnya tidak diperhatikan yang terletak di antara kotak yang berisi kaleng bensin. Hal ini membuat mata para manula berbinar. Mereka memeluk para anggota tim sebagai tanda terima kasih. Bagi tim pekerja, hal kecil seperti ini saja sudah menjadikan usaha-usaha mereka cukup berarti. Dengan persediaan yang sudah kosong, para inisiat menurunkan pria penolong itu di apartemennya. Anggota tim melihat bahwa pria itu berusaha menahan air matanya sambil melambaikan tangan kepada rombongan yang bergerak pulang ke Houston.

Pada hari ketiga setelah serangan angin topan, pihak militer masuk untuk membantu para korban. Akan tetapi, tim penolong tetap melanjutkan tugasnya membagikan barang bantuan yang baru dibeli di Houston pada malam sebelumnya.

Setelah tugas distribusi terakhir ini terselesaikan, para saudari dan saudara kembali ke markas besar kepolisian dengan dikawal oleh para petugas setempat. Di sana mereka membagikan barang-barang bantuan yang tersisa dan dengan gembira mengakhiri misi mereka.

Ketika para anggota tim menelaah kembali usaha pertolongan tiga hari terhadap korban Topan Rita di wilayah Beaumont dan Port Arthur; mereka terpesona oleh semua mukjizat yang terjadi serta kasih yang mereka alami melalui pertolongan Guru yang membimbing mereka dalam setiap langkah yang harus ditempuh. Dan melalui bencana Katrina dan Rita, para inisiat juga sadar bahwa saat pemurnian planet terjadi, Tuhan terus melimpahkan kasih-Nya ke Bumi ini melalui usaha-usaha mereka.